Ini malam yang kesekian tanpa bintang. Dan tentu saja lengkap dengan derai merenyai yang setia merembeti dinding malam. Pekat, katanya dalam jelaga dalamnya renai tak dapat kau rasakan dinginnya. Katanya dalam bundar bulan kutemui segala binarmu. Tapi bulan palsu. Membias di hampir genap tigapuluh radiansi.
Apalagi yang paling menyiksamu selain malam tanpa derak angin. Rumput tak mungkin bergoyang. Pepohonan gerah dengan segala karbonasi di dalamnya.
Apalagi yang membuat malam kehilangan jiwanya setelah gemintang tenggelam, bulan temaram menghilang, dan tanpa sapaan lembutmu, atau sekedar menanyai kabar padaku.
Apalagi yang membuat malam begitu pedih selain menghadapi kenyataan bahwa esok masih belum kutemui segala nyatamu. Bahwa esok masih kuluruh segala cemas dalam hujan. Bahwa begitu inginnya aku mendengar kau berkata : aku baik-baik saja dengan seluruh degup buatmu.
Semoga baik-baik saja. Selalunya baik-baik saja. Fi amanillah.
31012011
Apalagi yang paling menyiksamu selain malam tanpa derak angin. Rumput tak mungkin bergoyang. Pepohonan gerah dengan segala karbonasi di dalamnya.
Apalagi yang membuat malam kehilangan jiwanya setelah gemintang tenggelam, bulan temaram menghilang, dan tanpa sapaan lembutmu, atau sekedar menanyai kabar padaku.
Apalagi yang membuat malam begitu pedih selain menghadapi kenyataan bahwa esok masih belum kutemui segala nyatamu. Bahwa esok masih kuluruh segala cemas dalam hujan. Bahwa begitu inginnya aku mendengar kau berkata : aku baik-baik saja dengan seluruh degup buatmu.
Semoga baik-baik saja. Selalunya baik-baik saja. Fi amanillah.
31012011